Universitas Riau Kepulauan Kunjungan Kerja,Penelitian KERANGKA TEORI DALAM PENELITIAN DAN PEMAHAMAN SEJARAH STUDI KASUS SEJARAH POLITIK KERUNTUHAN KERAJAAN DI SURAKARTA PADA MASA KEMERDEKAAN

KERANGKA TEORI DALAM PENELITIAN DAN PEMAHAMAN SEJARAH STUDI KASUS SEJARAH POLITIK KERUNTUHAN KERAJAAN DI SURAKARTA PADA MASA KEMERDEKAAN

Pheres Sunu Widjayengrono

Dosen Tetap Prodi Pendidikan Sejarah FKIP UNRIKA Batam

Abstract

This article attempt to show importance of a theoreticalframework. Surakarta’skingdomdownfall phenomenaand strategic group concept is usedas case study.It applies history method with comparative analysis,political, and descriptive approach. Complexity of political phenomena is determined by temporary and situational purpose which aproriates to individual or strategic group interest.It could be made a point to explain inconsistence and unapproriate of political attitude and behavior in a case of political group in Surakarta’s kingdom downfall. Nevertheles,application of strategic group concept for political history could interpret all political phenomenaas impact of flexibility and elasticity of strategic groups. This concept facilitates researchers or readers to achieve historicalobjective and prevent superficially politicgeneralization.

 

Keywords: strategic group, kingdom, Surakarta, independence period

 

PENDAHULUAN

            Pemahaman kerangka teoritis pada suatu penelitian sejarah tidak terlepas dari penggunaan suatu teori sebagai kerangka pikir dan analisa guna membedah fenomena di dalamnya.Hal ini bermaksud agar suatu kerangka teoritis dapat menjadi panduan atau rambu agar  dan pemikiran yang dicurahkan dalam suatu penelitian sejarah politik memiliki tujuan yang jelas dan terarah, serta tidak menyimpang dan melebar ke dalam ranah abstrak dan tidak jelas. Tulisan ini bermaksud untuk menyampaikan pentingnya pemahaman kerangka teoritissertamemberi sumbangan ide guna merefleksikan kerangka teoritis dalam penelitian dan fenomena kesejarahan bagi mahasiswa sejarah atau pembaca pemula.Pemilihan topik politik dikarenakan oleh besarnya minat pembaca terhadap fenomena perpolitikan baik dalam kerangka akademis maupun praktis.Perbedaan di antara keduanya cukup besar, dan artikel ini sendiri berada di dalambidang sejarah politik dalam sudut pandang akademis.Hal ini tentunya memiliki konsekuensi bahwa pemilihan topik sejarah politik disesuaikan dengan kerangka metodologis dan teoritis terkait ilmu politik, meskipun dalam banyak hal bidang perpolitikan itu sendiri tidak terlepas dari fenomena lainnya seperti sosial, ekonomi, dan budaya.

            Kasus yang diangkat dalam makalah ini ialah dinamika sosio politik berkenaan dengan keruntuhan kerajaan tradisional Surakarta di tahun 1946 atau sering disebut sebagai masa kemerdekaan atau revolusi fisik.Kegaduhan politik di masa ini juga diiringi dengan revolusi sosial yang menghancurkan dan membongkar sistem birokrasi tradisional dalam posisi kontra progresif.Semangat nasionalisme, dengan ideologi komunisme dan sosialisme yang populer di kalangan rakyat di masa tersebut, memberi harapan akan terbentuknya tatanan dunia baru. Hal ini pula yang mendorong kejatuhan kerajaan tradisional Surakarta di tengah arus nasionalisme karena Surakarta di masa tersebut Surakarta digunakan sebagai pusat pemerintahan PM(Perdana Menteri) Sutan Syahrir dan tempat dimana komunisme dari berbagai aliran berkompetisiseiring kepentingan politik parlemen dan perebutan sumber dukungan rakyat.[1]

            Berdasarkan tema tersebut tulisan ini sendiri hanya merupakan suatu refleksi dimana peninjauan politik dalam sejarah Indonesia harus dilihat secermat mungkin guna menghindari kesalahan interpretasi ataupun ‘pemihakan’ yang tak seharusnya, sebagaimana umum terjadi di kalangan pembaca dan sejarawan jika mengkaji periode ini.Penggunaan suatu kerangka teori akan sangat berpengaruh terhadap analisa dan pemahaman historis berkenaan dengan tema politik, dan makalah ini akan mencoba menggunakan suatu kerangka teori dalam memandang revolusi sosial di Surakarta dari sudut pandang berbeda. Guna mempermudah penelaahan dan analisa data, instrumen penelitian dalam makalah ini didasarkan atas metode penelitian historis melalui pendekatan sosial politik.

 

KELOMPOK STRATEGIS SEBAGAI KONSEP ALTERNATIF SEJARAH SOSIO POLITIK INDONESIAPADA PERIODE KEMERDEKAAN

            Pemahaman atas keruntuhan kerajaan tradisional,umumnya senantiasa dikaitkan dengan konsep revolusi sosial yang diartikan sebagai perubahan radikal dan cepat atas suatu tatanan sosial dari lama menuju baru.Suasana egalitarian dan semangat nasionalisme dalam sumber dan referensi berkenaan dengan masa kemerdekaan justru seringkali membawa pembaca larut dan terpengaruhalur teks.Padahal, teks yang diberikan juga merupakan produk subyektif terutama berkenaan dengan kerangka dan hasil analisis.Seringkali kondisi ini membawa pembaca yang tidak jeliturut larut dan mengamini kerangka pikir yang ditawarkan.

            Akan tetapi jika dikaji lebih lanjut, suatu fenomena politik terkait revolusi sosial memiliki cita rasa berbeda jika dipandang dalam analisa kelompok politik dan justru memperlihatkan sifat tumpang tindih.Sebagaimana umum dikenal,revolusi sosial seringkali ditinjau sebagai sebuah perwujudan konflik kelas antara penguasa dan rakyat.Bagi pemahaman sejarah politik Indonesia kontemporer,konseptualisasi ini membawa konsekuensi pengabaian kelas menengah yang justru di masa pendudukan Jepang merupakan kelas paling berpengaruh serta memiliki mobilitas sosial tertinggi.Kelas menengah merupakan roh penggerak revolusi nasional Indonesia.Pengabaian atas kelas menengah di masa kemerdekaan berarti memunculkanpembatasan pemahaman sejarah sosio politik Indonesia.

            Di dalam analisa kelompok politik juga dapat menunjukan sisi lain dari jalannya ‘alur besar’ revolusi sosial atau fenomena politik lainnya. Pada hakikatnya kompetisi politik diidentikkan dengan kompetisi kekuasaan baik secara kelompok maupun individu dengan berbagai macam alasan dan tujuan.[2]Seringkali tujuan-tujuan tersebut bersifat individual dan sangat bergantung atas kemampuan individu dalam melebur ke dalam kelompok-kelompok politik dalam ikatan longgar.Suatu kelompok politik tidak terbukti memiliki pola statis sehingga dapat menggambarkan realitas sesungguhnya dari dinamika politik yang terjadi.Tentunya hal ini membutuhkan kejelian guna melihat secara diakronis pengelompokan dan individu politik yang terlibat.[3]

            Guna memudahkan analisa tersebut maka makalah ini menawarkan konsep kelompok strategis.Kelompok strategis adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang terikat oleh suatu kepentingan, yakni melindungi atau memperluas hasil yang diambil alih bersama. Hal-hal yang berkenaan dengan perluasan dan pengambilalihan akses tidak hanya berbentuk harta benda tetapi juga berupa kekuasaan, prestise, ilmu pengetahuan dan tujuan keagamaan.[4]Kelompok strategis terbentuk secara khas di daerah terbuka dimana terdapat kesempatan guna perolehan baru. Hal ini dapat terjadi dengan dimasukkannya ideologi baru, teknologi modern, model legitimasi teologis, dll. Konsep tersebut dapat dibedakan menurut metode okupasinyabaik secara individual, kolektif atau kooperatif sehingga mereka giat secara politis dan menggalakkan perbaikan dan perubahan sistem politik yang berlaku.



[1] Kajian mengenai revolusi sosial penggulingan kaum birokrasi tradisional di masa proklamasi juga dapat dilihat di Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatra, (Jakarta: Sinar Harapan, 1987); Anton Lucas, Peristiwa Tiga Daerah; Revolusi dalam Revolusi, (Jakarta: Grafitipers, 1989).

[2] Alfred Cobban, The Social Interpretation of The French Revolution. London, New (York, Ibadan: Cambridge University Press, 1965),hlm. 15.

[3]Hans Dieter Evers & Tilman Schiel, Kelompok-Kelompok Strategis; Studi Perbandingan tentang Negara, Birokrasi dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990), hlm. 15-32.

[4]Ibid.,

Related Post