TEDDY TAMBUNAN
Pengajar Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Kepulauan Batam
Terjadinya gempa di Bali pada September 2011 yang lalu dan kita mungkin masih ingat gempa di Sumatra Barat yang berskala 7.6 SR pada tanggal 30 September 2009. Korban manusia bukanlah akibat langsung dari kejadian gempa itu sendiri, tetapi lebih banyak akibat dari keruntuhan bangunan buatan manusia, buatan praktisi bangunan. Bisa dikatakan juga sebagai Sebuah ujian kompetensi kekuatan gedung-gedung tinggi yang ada. Melihat kenyataan bahwa masih banyak para praktisi konstruksi di Batam yang mengabaikan “Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung” dalam perencanaannya, dengan dalih bahwaBatam Aman dari Gempa atau Batam Belum pernah mengalami Gempa. Itu memang suatu pernyataan yang cukup realistik, karena dalam SNI Gempa 2002, Propinsi Kepulauan Riau dan khususnya pulau Batam memang masuk dalam antara wilayah zona 1- 2, yaitu wilayah gempa ringan. Analisis perbandingan pada suatu bangunan gedung 6 lantai di daerah Sei Ladi Batam, dilakukan untuk memperlihatkan perbandingan suatu design yang mengikuti code SNI Gempa 2002 dengan yang tidak. Hasil analisa menujukkan adanya peningkatan gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur, ditunjukkan dengan peningkatan jumlah tulangan meskipun bangunan tersebut berada wilayah gempa I yang merupakan wilayah dengan intensitas gempa kecil. Sedangkan dari evaluasi biaya menunjukkan bahwa perbedaan biaya antara struktur yang didesain tahan gempa dengan yang tanpa tahan gempa hanya berselisih 2.08%. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi para praktisi untuk mengabaikan Code SNI Gempa 2002 hanya karena alasan biaya.