TEMPO.CO , Jakarta: Sepuluh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam, mesti mondar-mandir ke Tanjungpinang, Kepulauan Riau, secara bergantian akhir-akhir ini. Bukan untuk jalan-jalan atau kuliah, melainkan menghadiri sidang kasus-kasus korupsi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
Rupanya, mereka mendapat tugas mulia dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk merekam jalannya sidang agar diketahui apakah proses persidangan sesuai dengan ketentuan atau menyimpang.
“Alat perekam dipinjamkan oleh KPK, hasil rekaman juga langsung dikirim ke KPK di Jakarta,” kata koordinator mahasiswa, Bangun P. Simamora, kepada Tempo.
Tak main-main, mahasiswa pengemban tugas KPK itu telah diberi latihan khusus agar dapat mengoperasikan peralatan dengan benar. Alat yang didatangkan dari Jakarta tersebut harus dikuasai oleh setiap orang sehingga tidak terjadi salah rekam atau ada momentum yang terlewat. “Harus dijaga, jangan sampai CD kosong ” kata Bangun.
Sejauh ini, tim perekam Unrika telah mendokumentasikan sidang kasus dugaan korupsi di Bank Riau Kepri, yang melibatkan mantan Kepala Cabang Bank Riau Kepri Batam, Kaharuddin Menteng, dan wakilnya, Subowo. Kaharuddin diduga menggelembungkan dana kredit pemilikan rumah salah seorang developer sehingga merugikan negara sekitar Rp 1,2 miliar.
Wakil Dekan Fakultas Hukum Unrika, Rahmanidar SH, mengatakan kerja sama kampusnya dengan KPK ini berlangsung selama 1 tahun dan selanjutnya bisa diperpanjang. “Perpanjangan kerja sama tergantung KPK. Kalau KPK puas, bisa diperpanjang,” katanya. Dalam kerja sama ini, semua biaya ditanggung Komisi asalkan tidak melebihi jumlah yang ditetapkan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai upaya KPK melibatkan mahasiswa untuk memantau sidang korupsi di daerah sebagai hal yang baik. “Program itu membuat masyarakat lebih terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi,” kata Emerson saat dihubungi. Akan lebih baik lagi jika program tersebut diadakan secara masif di berbagai tempat dan ada target yang terukur.
Peneliti ICW lainnya, Apung Widadi, berharap mahasiswa tak sekadar merekam jalannya sidang. Mahasiswa Fakultas Hukum dinilai sudah perlu meningkatkan pantauannya dalam bentuk eksaminasi putusan. “Jadi, upaya pengawasan lebih mendalam,” ujarnya.
Adapun pengamat hukum dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mengatakan proses perekaman efektif membantu KPK melihat keganjilan dalam proses persidangan. “Aksi itu bisa jadi pintu masuk mengusut dugaan permainan hakim, jaksa, dan pengacara, jika mungkin ada,” kata dia.
Selama ini persidangan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor daerah memang sering luput dari pantauan publik dan media. Lemahnya pengawasan ini diduga membuka kesempatan menyuburkan permainan kasus, sehingga menghasilkan vonis bebas bagi terdakwa koruptor.
Jumat pekan lalu, KPK menangkap hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Marpaung, dan hakim Pengadilan Tipikor Pontianak, Heru Kusbandono. Keduanya ditangkap di pelataran parkir Pengadilan Negeri Semarang saat menerima suap. Jika mahasiswa se-Indonesia jadi pemantau pengadilan, mungkin tak akan ada lagi Kartini dan Heru lain yang berani beraksi.
RUMBADI DALLE | ISMA SAVITRI | ANANDA BADUDU
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/24/063425148/Kala-Mahasiswa-Jadi-Pemantau-Sidang